iklan

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

iklan
Topik : 

Mutiara Kejujuran

Reporter : JT Editor: Redaksi
8dde6ddb4e5080714cdf7098d65b6fd1

Oleh: Jailani Tong, M.Pd. / Aktivis Muhammadiyah NTT

DelikNTT.Com  – Syahdan dalam Qisshash al – Salaf adalah seorang yang shaleh dan juga pedagang baik. Ia memiliki beberapa orang pekerja yang membantunya untuk berjualan setiap hari. Kebiasaannya setiap hari adalah selalu memberikan nasihat kepada para pekerjanya agar selalu melayani pembeli dengan ramah dan juga berkata jujur kepada para pembeli, siapapun itu.

Dalam satu kesempatan ia menyampaikan kepada pekerjanya, ketika ada yang ingin membeli maka sampaikan dengan jujur, jika barang yang ingin ia beli ternyata cacat atau rusak. Menurutnya tidak boleh ditutup-tutupi sehingga para pembeli merasa puas dan juga percaya dengan kita. 

Suatu ketika, datanglah seorang Yahudi ke tokonya mereka untuk membeli keperluannya. Seperti biasa para pekerja pun melayani dengan ramah dan mengambil semua barang yang diminta oleh si pembeli tersebut dan ternyata, ia pemilik toko tau bahwa pekerjanya ternya tidak jujur, ia tidak menyampaikan bahwa barang yang dibeli oleh orang Yahudi tersebut tercatat memiliki cacat.

Singkat cerita, pemilik toko yang shaleh tersebut pun mengikuti orang Yahudi tersebut lalu meminta maaf, dan mengatakan bahwa ternyata barang yang ia beli di tokonya ada yang cacat. Silakan ambil uang ini dan kembalikan barangnya, ujar si pemilik toko. 

Yahudi tersebut lalu berkata padanya, apa yang membuat anda berani berkata jujur? dan ia pun menjawab bahwa “Islam, ialah yang menggerakkan hati kami agar berlaku jujur kepada siapapun. Karena Rasul Saw pernah bersabda “Barang siapa yang berlaku curang, maka ia bukan dari golonganku”.

Yahudi pun menjawab, bahwa uang yang ia berikan tadi untuk membayar barang yang ia beli adalah uang palsu, ambillah uang tiga dirham yang asli ini”. Setelah itu, dikisahkan bahwa Yahudi tersebut pun mengucapkan dua kalimat syahadat tanda bahwa ia percaya dan mengimani Allah dan Rasul-Nya.

Baca Juga :  5 Amalan Penghapus Dosa yang Mudah Dilakukan Sehari-hari

Prof. Haedar Nashir, dalam sebuah tulisannya di Majalah Suara Muhammadiyah mengatakan bahwa islam adalah mutiara ajaran yang luar biasa dalam membentuk perilaku muslim yang utama. Kisah mulai di atas menggambarkan betapa indahnya nilai sebuah kejujuran.

Jika kejujuran seperti ini jika hadir dan menjadi bagian dalam seluruh dimensi kehidupan, baik sosial, politik, pemerintah, dan juga di tengah masyarakat, maka tentu kehidupan ini akan menjadi begitu indah dan menyenangkan. Tidak ada lagi kemudian pemberitaan di media bahwa masyarakat menuntut haknya atau kepala daerah setelah selesai memimpin ia hidup bahagia di tengah keluarganya bukan berurusan dengan lembaga pemberantasan korupsi. Begitupun dengan politisi, mereka tidak dianggap ingkar janji oleh masyarakat.

Jujur adalah suatu yang diucapkan dan dilakukan itu sesuai. Imam Al-Ghazali membagi sifat jujur atau shidq dalam lima hal, yaitu; jujur dalam perkataan (lisan), jujur dalam niat (berkehendak), jujur dalam kemauan, jujur dalam menepati janji, dan jujur dalam perbuatan (amaliah). Sedangkan menurut Al-Hufy, kejujuran mengatakan yang benar dan terang atas sesuatu objek.

Kejujuran dapat kita pelajari dari sosok Nabi Muhammad Saw. Dalam sebuah kisah, Al-Hufy menjelaskan bahwa suatu ketika datang Kaum Quraisyi membawa berita bohong bahwa Muhammad adalah tukang sihir. Nadhar bin Harits merupakan salah satu orang yang paling memusuhi Muhammad lantas membela dan berkata bahwa Muhammad bukan tukang sihir karena sejak muda ia telah memperlihatkan kejujurannya, salah satunya melalui berniaga yang ia lakukan.

Jika kejujuran mendarahdaging dalam segala dimensi kehidupan manusia, tentunya kehidupan manusia, termasuk dimensi politik, maka tidak mungkin kita temukan aduh jotos dan urat antara para pendukung pasangan calon yang akan maju dalam kontestasi politik di tahun 2024.

Baca Juga :  Khutbah Jum'at: Keutamaan Shalat Berjamaah

Bung Hatta perna berkata bahwa “tidak ada harta pusaka yang sama harganya dengan kejujuran”, itu artinya bahwa kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi diri seseorang atau dalam pandangannya Lee Kuan Yew “kejujuran adalah aset paling berharga. Namun dalam realitanya di bangsa Indonesia, kejujuran sepertinya agak sulit untuk ditemukan, terlebih dalam urusan kasus korupsi. Para pejabat yang korupsi, lidahnya sangat lincah dalam memberikan keterangan palsu atau dalam kasus-kasus yang lain. Padahal Indonesia terkenal dengan bangsa yang memiliki budaya jujur yang sangat luar biasa. Berbeda dengan di Jepang, menteri yang menjadi tersangka biasanya diharapkan untuk mengundurkan diri sebagai tanda tanggung jawab politik dan untuk mempertahankan integritas pemerintahan. di Indonesia, justru tetap mau mempertahankan jabatannya atau meminta potongan masa tahanan.

Betapa tidak bertanggung jawabnya para pejabat kita, seharusnya malu dan merasa bersalah karena kelalaian dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, malah justru membela diri.

Angela Merkel mengatakan bahwa “saya selalu berpikir bahwa orang yang jujur ​​tidak akan pernah kehilangan jabatannya, saya telah mengatakan ini sebelumnya.” Apa yang dikatan oleh Merkel adalah benar, namun, dalam kenyataannya, justru terbalik, orang yang jujur malah selalu ingin digeser dan ditendang dari jabatannya. Hal ini sudah banyak terjadi, baik dalam dunia politik, pemerintahan dan lain sebagainya dan bahkan mungkin terjadi di sekitaran kita.

Apapun itu, kejujuran adalah hal yang paling itu dan harus dipegang teguh oleh setiap manusia, apapun latar belakang agama, status sosial, dan ekonominya. Karena jujur tidak perna memilih datang kepada orang-orang tertentu saja.

Kejujuran diibaratkan seperti seorang prajurit TNI yang lebih memilih mati dari pada ia harus memberikan informasi kepada musuh terkait kekuatan pasukannya.

  • Bagikan