Oleh: Jailani Tong, M.Pd./ Dosen PGMI STAI Kupang
DelikNTT.Com – Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan.
Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan akal pula. Dicari dengan akal ialah dicari dengan berfikir logis. Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Dengan akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam itu dibuat.Ini juga berarti bahwa kebenaran itu bersumber pada akal. Rasionalisme itu berpendirian, sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena Rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Akal mengatur dan mengolah bahan atau data yang dihasilkan oleh indera sehingga bisa terbentuk pengetahuan yang benar. Jadi fungsi panca-indera hanyalah untuk memperoleh data-data dari alam nyata sedangkan akal menghubungkan data-data itu satu dengan yang lain.
Descartes, seorang pelopor rasionalisme yang telah memberikan dasar pijakan yang kuat bagi rasionalisme. Untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasinya dalam sebuah metode yang sering disebut cogito Descartes,atau metode cogito saja. Metode tersebut dikenal juga dengan metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt).
Pertama-tama ia mulai meragukan hal-hal yang berkaitan dengan panca indera. Ia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu dimungkinkan karena pada pengalaman mimpi,halusinasi, ilusi dan pengalaman tentang roh halus,ada yang sebenarnya itu tidak jelas.Pada keempat keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya.
Di dalam mimpi, seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi. Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi dan hal gaib. Tidak ada batas yang tegas antara mimpi dan jaga.
Pada langkah pertama ini Descartes berhasil meragukan semua benda yang dapat diindera. Kemudian sampailah ia pada langkah selanjutnya yaitu satu-satunya hal yang tak dapat ia ragukan adalah eksistensi dirinya sendiri yang sedang ragu-ragu. Mengenai satu hal ini tidak ada satu manusia pun yang dapat menipunya. Bahkan jika kemudian ia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada,maka penyesatan itu pun bagi Descartes merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang disesatkan. Ini bukan khayalan melainkan kenyataan. Kepastian Descartes ini diekspresikan dalam bahasa latin cogito ergo sum (saya berpikir, karena itu saya ada).
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.