Topik : 

Warisan K.H Ahmad Dahlan

Reporter : JT Editor: Redaksi
Gambar Cover 12
Gambar: KH. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah
Oleh: Jailani Tong, M.Pd / Aktivis Muhammadiyah NTT

DelikNTT.Com Kuntowijoyo  menulis, “Kenyataan sejarah yang sering dilupakan oleh para pengikut Muhammadiyah (dan “musuh-musuhnya”) ialah bahwa K.H. Ahmad Dahlan sangat toleran dengan praktik keagamaan zamannya, sehingga ia dapat diterima semua golongan.

Sebagai seorang santri, ia menjadi pengurus BO, mengajar agama untuk murid-murid Kweekschool, dan dengan mudah bergaul dengan orang-orang BO yang pasti dari golongan priyayi yang cenderung abangan.

Penjelasan tentang sangat tolerannya Ahmad Dahlan diperkuat oleh Din Syamsuddin, ia menjelaskan bahwa Dahlan mampu mewarnai keraton dan masyarakat Jawa tanpa harus berpisah apalagi memusuhinya.

Kuntowijoyo selanjutnya menulis: “Pada waktu itu, Muhammadiyah menghadapi tiga front, yaitu modernisme, tradisionalisme, dan Jawaisme. 

Pertama, terhadap modernisme  K.H. Ahmad Dahlan menggunakan pendekatan dengan membangun sekolah-sekolah (termasik HIS met de Qur’an dan Scakelshool di Wuluhan itu), kepanduan, dan voluntary association lainnya.

Kedua, terhadap tradisionalisme  K.H. Ahmad Dahlan menggunakan tabligh (penyampaian) dengan cara mengunjungi murid-muridnya. Pada zaman itu, hal samacam ini adalah sesuatu yang aneh atau dalam istilah Mulkhan adalah aib sosial-budaya. Bagaimana tidak, seorang guru yang mengunjungi murid-muridnya ketimbang murid yang datang mencari gurunya.

  • Bagikan