Topik : 

Stop Labeli Anak dengan Kata “Bodoh”

Reporter : Jailani Tong Editor: Aulia
1721216567
DelikNTT.Com – Kata “bodoh” seringkali masih kita dengarkan dalam kehidupan sehari-hari dan anehnya lagi, itu juga terjadi di lembaga pendidikan yang notabene adalah tempat terjadinya proses mendidik.

Kata-kata negatif, seperti “bodoh”, “nakal”, “malas” dan lain sebagainya dikeluarkan oleh sebagian para pendidik (guru), untuk melabeli anak didik karena keadaan tertentu, misalkan nilai matematikanya yang rendah, tanpa terlebih dahulu melakukan asesmen terkait dengan kecenderungan anak terhadap sebuah mata pelajaran.

Secara psikologi, melabeli anak dengan kata-kata negatif sangat kurang baik dan justru memberikan dampak negatif terhadap proses perkembangan psikologi dan juga konsep diri anak dalam jangka panjang. Anak yang secara terus menerus dilabeli dengan kata-kata negatif oleh guru, maka dengan sendirinya ia akan hilang rasa percaya diri, sehingga akan merasa minder dan cenderung untuk menutup diri. Selain itu, ia akan bersikap sesuai dengan label tersebut.

Pendidikan Positif

Pendidikan adalah proses atau upaya sistematis yang dilakukan untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan budaya dari guru kepada siswa dengan tujuan untuk membantu setiap individu mengembangkan potensinya, baik secara fisik, intelektual, sosial, maupun emosional sehingga dapat berkontribusi secara positif pada masyarakat dan mencapai kesuksesan dalam kehidupan sebagaimana yang diharapkan. Maka dari itu, sangat tidak pas, jika masih ada guru yang sering melabeli anak-anak didik dengan kata-kata yang negatif. Mereka tidak “bodoh”, sebab, produk Allah tidak ada yang gagal, bisa jadi, metode kita yang kurang pas dan sesuai dengan gaya belajar mereka.

Jadilah guru yang baik yaitu guru yang mampu memberikan inspirasi dan sekaligus menjadi contoh (role model) bagi anak didiknya. Atau dalam bahasanya Prof. Sutarto “Guru yang hebat bukanlah guru yang pandai dan memiliki pengetahuan yang luas. Bukan guru yang piawai dalam menerangkan pelajaran. Bukan pula guru yang terampil membimbing praktik di Laboraturium. Lebih dari itu semua, guru yang hebat adalah guru yang mampu memberikan inspirasi kepada murid-muridnya.

Di zaman yang serba canggih seperti saat ini, lembaga pendidikan tidak boleh hanya mengejar target dalam dimensi pengetahuan saja lalu mengabaikan dimensi lainnya, seperti olah hati, olah raga, dan oleh rasa. Sebab, seluruh dimensi-dimensi tersebut saling berkaitan dan menguatkan antara satu dengan lainnya. Ibarat rumah, tanpa salah satu dimensi, ia akan mudah roboh.

  • Bagikan