iklan

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

iklan

Salafi Pemegang Otoritas ‘Sertifikasi’ Sunnah dan Bid’ah?

Reporter : Jailani Editor: Redaksi
Salafi
Gambar: Ilustrasi

Oleh: Nurbani Yusuf  (Komunitas Padhang Maksyar)

Bermula dari sabda baginda Nabi saw : ‘Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” HR. An Nasa’i atau yang semisal.
Lantas siapa berhak atas otoritas yang punya kewenangan untuk menilai dan mem-validasi ? Siapa berhak menentukan bahwa ini perkara baru yang diadakan atau perkara lama yang dilembagakan. Bagaimana jika kemudian ada semacam kelompok ‘korektor’— dengan fungsi menilai semua amalan umat Islam sebagai institusi yang otoritatif.
Salah satu sisi negatif dari jargon kembali kepada al Quran dan as Sunah adalah seseorang akan merasa paling benar sendiri, paling nyunah sendiri — kemudian mudah menyalahkan siapapun yang tidak sepandangan.
Kelompok ini juga merasa paling berkewenangan mengeluarkan ‘sertifikat’ sunah dan bid’ah, dengan skema indikator yang mereka buat sendiri. Jadi ibadah apapun yang bakal dikerjakan harus mendapat sertifikasi sunah dulu kalau tak ingin dinyatakan bid’ah karena dikategorikan perkara baru yang tertolak. Lantas apa umat Islam perlu membentuk lembaga macam ini ?

Meski dengan nada guyon pernah saya katakan : memang antum pernah meninggalkan al Quran dan as Sunah sehingga harus kembali ?

Saya tak akan melacak sejak kapan jargon ini mulai digemakan, untuk apa dan kenapa harus ada ?
Pendek kata jargon ini telah menjadi prototype sekelompok tertentu yang menganggap semua umat Islam jauh menyimpang dari al Quran dan menyelisihi Nabi saw sebagai pembawa risalah.

Baca Juga :  Sejarah Lai Lahi Bissi Kopan (LLBK)
Disclaimer:
Artikel Ini Merupakan Kerja Sama DelikNTT.Com Dengan Nurbani Yusuf. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Nurbani Yusuf.
  • Bagikan