Ngajinya Fiqh Ikhtilaf, Hasilnya Keras Hati

Reporter : Jailani Editor: Redaksi
145196262
Gambar: Ilustrasi
Oleh: Nurbani Yusuf (Komunitas Padhang Makhsyar)
DELIKNTT.COM – Apakah berta’dzim ke rumah guru itu kultus? Apakah berjalan membungkuk di depan guru. Mencium tangan guru ketika bersalaman itu syirik ? Apakah tidak menyela saat guru berbicara itu feodal. Apakah tidak minum sebelum guru minum atau mengambil posisi di belakang samping guru ketika berjalan adalah kultus dan feodalistik ?

Definisi Kultus menurut Nabi saw adalah engkau memperlakukan aku seperti pengikut Isa bin Maryam menjadikannya sebagai tuhan selain Allah. Itulah kultus !!!

Kemudian Nabi saw bersabda : katakanlah bahwa aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.
Imam Syafii tak berani menatap langsung wajah gurunya ketika belajar di hadapan- juga tak berani membuka halaman- perhalaman hingga terdengar guru. Sikap tawadhu dan rendah hati di depan guru adalah kemuliaan bukan kultus apalagi menyamakan guru dengan tuhan. Imam Ahmad berjalan mengendap menunggu murid yang lain tidur untuk bernasehat kepada salah satu murid yang berteduh dibawah pohon sementara muridnya kepanasan di bawah terik matahari.

Bagaimana mungkin seorang yang disebut murid, mahasiswa, santri, siswa bisa mendapat keberkahan ilmu, jika ia tak punya adab terhadap gurunya— lantas menganggab gurunya setara dengan dirinya atau bahkan merasa lebih pintar dan berharga karena telah berhasil menempati posisi prestige dengan gaji berlimpah, sementara gurunya masih menerima honor rendah.

Atau mungkin saja hendak meneladani adab Ken Arok terhadap Empu Gandring gurunya yang dibunuh setelah diambil ilmu dan kerisnya tanpa belas kasih. Apakah adab ini yang hendak di ajarkan ?

Adab bukan menuhankan seseorang selain tuhan— tapi ikhtiar memuliakan, menghargai dan menghormati— jadi tiada sama sekali adab bersinggungan dengan sikap syirik, lantas adab dibatalkan hanya untuk menjaga aqidah— itu kebablasan bin kelewatan.

Ngajinya pyur fiqh: berkisar benar salah, sunah bid’ah, sesat, kafer, munafiq, dhollah dan istilah-istilah teknis lainnya yang kemudian menjadikan diri merasa paling benar sendiri, paling aswaja sendiri, paling sunah sendiri menganggap yang tidak sepemikiran sebagai salah. Di tahdzir tidak boleh di dengar, tidak boleh di ambil ilmunya, tidak boleh berteman bahkan sekedar duduk bersama di haramkan. Berlakulah kebenaran tunggal. Memandang penuh curiga kepada yang berbeda meski seiman.

I’dilu ya Muhammad .. .. ittaqqillah ya Muhammad. .. .. Bahkan Nabi saw saja diperkusi karena sikap merasa paling benar sendiri— siapapun dicela, dilaknat dan disesatkan sebelum dikaferkan.

Mana ada fatwa tentang adab ?

Saya belum pernah baca. Selain fatwa tentang sengketa takbir, sengketa baca basmalah sir atau jahr, sengketa baca sayidina, sengketa tahlil, sengketa kirim pahala sampai apa tidak, sengketa dzikir, sengketa merokok, sengketa perayaan maulid Nabi, sengketa berebut tanggal satu dan awal bulan, sengketa ishbal, sengketa musik, sengketa kapan hari raya dan sengketa-sengketa fiqh lain yang semisal.

Saya tak pernah jumpa FATWA ADAB: Fatwa tentang adab jamaah terhadap pimpinan. Fatwa tentang adab menerima tamu yang diundang. Fatwa tentang adab murid terhadap guru. Fatwa tentang adab terhadap para pendahulu yang telah berjasa. Fatwa tentang adab mengkritik dan bernasehat, fatwa tentang adab berserikat dan berkumpul. Adab berorganisasi. Adab menjadi anggota. Adab menjadi pimpinan. Adab rapat dan musyawarah. Adab antara senior dan yunior. Adab di dalam majelis. Adab makan dan minum bersama dalam satu nampan dan fatwa lainnya yang krusial …
Disclaimer:
Artikel Ini Merupakan Kerja Sama DelikNTT.Com Dengan Nurbani Yusuf. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Nurbani Yusuf.
  • Bagikan