Oleh : Arifudin – Mahasiswa S3 Unitomo Surabaya
DELIKNTT.COM – Mutasi dan promosi dalam birokrasi seringkali dibalut dengan narasi “meritokrasi”—sebuah sistem yang menempatkan individu berdasarkan prestasi dan kompetensi. Dalam kasus Ikbal Dinda, narasi tersebut kembali digaungkan. Namun, pertanyaannya: benarkah mutasi ini murni berbasis meritokrasi, atau hanya jargon untuk membungkus keputusan yang sarat kepentingan?
Kritik terhadap sistem meritokrasi di Indonesia seringkali berakar dari lemahnya transparansi dan objektivitas dalam proses seleksi jabatan. Jika benar Ikbal Dinda diangkat karena prestasi, publik berhak tahu: apa indikator keberhasilan yang diacu? Apakah ada proses seleksi terbuka dan adil? Ataukah ini sekadar mutasi elitis yang dikemas seolah-olah progresif?
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Dalam banyak kasus, meritokrasi kerap hanya menjadi legitimasi politik, bukan proses nyata. Tanpa mekanisme evaluasi yang akuntabel, meritokrasi berubah menjadi mitos. Kepemimpinan yang lahir dari proses yang tidak jelas akan sulit menghasilkan kepercayaan publik dan efektivitas birokrasi.
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp DelikNTT.COM
+ Gabung
Tetap Terhubung Dengan Kami:


CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.