Topik : 

Menyoal Stagnasi Undang-undang Migas

Editor: Redaksi
IMG 20240316 WA0006

Oleh: Didik Sasono Setyadi

Ketua Pusat Kajian Lingkungan dan Energi Berkelanjutan Sekolah Pascasarjana Unair / Ketua Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET)

 

DelikNTT.Com – Menurut Laporan IHS Markit (S&P Global), Desember 2023, Indonesia memiliki kemajuan (peningkatan peringkat) dalam daya tarik dan daya saing fiskal dan enabler investasi lainnya untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dari tahun 2020 sampai tahun 2023, namun sayangnya dari aspek hukum dan kontraktual pada periode yang sama mengalami stagnasi sehingga Indonesia ditempatkan pada posisi ke 13 dari 14 negara.

Sebagai orang yang belatar belakang hukum yang konon hidup di negara hukum kita patut malu dan prihatin mengapa negara kita ini terkesan tidak serius dalam melakukan pembangunan hukum, padahal sebagai negara yang ingin menjadi negara tujuan investasi untuk menyambut Indonesia emas tahun 2045, kemajuan di bidang hukum itu mutlak adanya.

Dari berbagai sumber yang saya dapatkan, stagnasi peringkat hukum negara Indonesia dibanding negara-negara lain dalam penilaian HIS Markit itu salah satunya disebabkan oleh karena tidak kunjung dislesaikannya Revisi Undang-undang Migas, betapa tidak, saat ini kita sedang memasuki transisi energi yang ditandai dengan tuntutan penyediaan energi yang lebih bersih dan friendly terhadap planet yang kita tinggali, maka mestinya momentum revisi undang-undang migas dapat dimanfatkan untuk mewadahi pengaturan transisi energi agar kita terhindar dari krisis energi dari ketersediaan maupun kemampuan daya beli masyarakat terhadap energi.

Undang-undang Migas telah diuji materiel oleh Mahkamah Konstitusi. Melalui putusannya Nomor 36/PUU-X/2012 Mahkamah Konstitusi menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi, maka terlepas dari pro kontra terhadap substansi putusan ini namun yang pasti putusan yang bersifat final and binding.

Baca Juga :  dr. Octavianus L. Fanggidae, Pemuda dari Babau Asal Rote yang Menetap di Belanda

Menyadari hal itu, maka sudah semestinya putusan MK ini ditindaklanjuti oleh DPR dan Pemerintah dengan melakukan revisi undang-undang migas. Anehnya, sudah hampir dua belas tahun revisi undang-undang migas tidak kunjung terwujud. Selama hampir sepuluh tahun pemerintahan Presiden Jokowi isu revisi undang-undang migas ini timbul dan tenggelam dan tak pernah jadi kenyataan.

  • Bagikan