Oleh : DR Kasman (Ketua PDM Jember)
3. Landasan dalam Bidang Ibadah. (bagian 1)
Berbeda dengan persoalan aqidah, persoalan persoalan ibadah, akhlak dan muamalah dunyawiyah telah disepakati di kalangan ulama atas bersumber pada dalil yang tidak mutawatir. Tentu saja, hadits åhåd yang dapat dijadikan hujjah adalah yang memenuhi persyaratan, baik menyangkut perawinya (al mukhbir/al-rawi), isi matannya (al-mukhbar ‘anh/madlül at khabar), maupun lafalnya (al-khabar nafsuh/al-lafdh). Dalam masalah persyaratan hadits ahad yang dapat dijadikan hujjah ini terjadi perbedaan-perbedaan di kalangan ulama, yang banyak dibicarakan dalam kitab. kitab ilmu hadits dan ushûl al-fiqh. Pada bahasan ini lebih fokus untuk mengelaborasi pandangan Muhammadiyah mengenai hadits yang dapat dijadikan hujjah, khususnya persyaratan-persyaratannya. kebolehannya.
Dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah pada “Kitab Masalah Lima” ditemukan rumusan bahwa “agama yakni agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. ialah apa yang diturunkan Allah di dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.”
Rumusan tentang definisi agama di atas menegaskan bahwa sumber agama Islam dalam pandangan Muhammadiyah itu hanya dua, yakni al-Qur’an dan al- sunnah al-Shahihah. Kata “al-sunnah al-shahihah” sering menimbulkan perdebatan, karena istilah ini banyak disamakan dengan istilah hadits shahih dalam konsep pembagian hadist ke dalam shahih, hasan dan dla îf. Padahal, dalam realitasnya, ditemukan hadits-hadits yang berkualitas hasan. Karena itu, perlu menganalisis maksud dari istilah al-sunnah al-shahihah.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.