iklan

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

iklan
Topik : 

Legenda Nama Camplong (Tjamplong)

Reporter : Jailani Tong Editor: Redaksi
camplong2
Gambar: Sumber Foto diambil dari FB Sonny Pellokila

Oleh: Sonny Pellokila

Legenda (bahasa Latin: legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai “Sejarah” kolektif (folk history). Legenda nama Tjamplong diceritakan oleh saudara laki-laki Anamtasa yang ditulis oleh F.H. van de Wetering, misionaris yang menetap di Tjamplong tahun 1919. Berikut ini adalah legenda nama Tjamplong (Camplong):

Dalam bahasa Melayu, kata “Camplong” sering ditulis dengan “Tjamplong”. Di zaman dulu, ada satu pohon yang sangat besar. Semua pohon yang ada di Tjamplong berasal dari pohon itu. Buah pohon itu jatuh dalam air yang ada di bawah pohon besar itu. Buah-buah itu hancur, kemudian air membawa biji-biji dari buah-buah yang hancur itu ke satu tempat. Di tempat yang baru itu, biji-biji tersebut bertumbuh. Akhirnya menjadi pohon-pohon besar. Itu sebabnya Tjamplong penuh dengan pohon-pohon. Pada waktu malam datanglah kelelawar. Mereka makan buah dari pohon besar itu. Mereka kemudian membawa biji dari buah pohon itu ke tempat-tempat yang tidak kami kenal.

Di seberang mata air ini, mereka menjatuhkan salah satu biji dari pohon itu. Biji itu bertumbuh. Pohon yang baru bertumbuh itu juga menjadi besar, kokoh, kuat dan rindang. Pohon tua yang adalah ibu dari semua pohon itu bernama “Sanaplo”, yaitu bahasa Dawan untuk jenis pohon Calophyllum inophyllum. Buah pohon ini dulunya, dipakai orang Atoni sebagai bahan bakar penerang dan mereka biasa menyebut nama buah tersebut dengan nama buah “Plong”, sehingga pohon dan buahnya dalam bahasa dawan sering disingkat menjadi “Sanaplong”.

Kemudian pohon yang baru, yang ada diseberang mata air ini diberi nama Haususu. Kini pohon tua yang bernama Sanaplo sudah mati. Orang Atoni sekarang menyebut pohon yang baru, Haususu dengan nama Haususu Sanaplo untuk menghormati pohon Sanaplo yang sudah mati itu. Itu sebabnya kampung kita bernama Sanaplo menurut nama pohon tua yang sudah mati itu.”

Baca Juga :  Pandangan Muhammadiyah tentang Hadits: Konsep, Kehujjahan dan Akar Pemikiran - Bagian Ketiga
Disclaimer:
Artikel Ini Merupakan Kerja Sama DelikNTT.Com Dengan Sonny Pellokila. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Sonny Pellokila.
  • Bagikan