Oleh: Siti A. S. Aksa
OPINI, DELIKNTT.COM – Permasalahan kemiskinan di Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu isu sosial yang kompleks. Masalah ini bukan hanya sekadar diskursus publik, tetapi kenyataan yang belum terselesaikan di tengah berbagai prestasi pemerintah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024, persentase penduduk miskin di NTT mencapai 19,48%, menempatkan provinsi ini pada peringkat ketiga tertinggi secara nasional. Angka tersebut menjadi tantangan besar bagi NTT dalam menyongsong tahun 2025. Kemiskinan di NTT tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi geografis dan tradisi budaya yang turun-temurun.
Tradisi Budaya: Antara Nilai Sosial dan Beban Ekonomi
Budaya dan tradisi masyarakat NTT memiliki nilai sosial yang tinggi dan menjadi perekat antarindividu. Tradisi adat sering kali menjadi sarana untuk menunjukkan rasa syukur, penghormatan kepada leluhur, atau perayaan momen penting dalam kehidupan. Salah satu tradisi yang mencolok adalah pesta adat dan pernikahan, yang sering kali memerlukan biaya besar dan menjadi beban ekonomi.
Pesta adat bukan hanya sebuah acara sosial, tetapi juga simbol status. Mereka yang mampu memenuhi tuntutan tradisi sering kali lebih dihormati, sementara yang tidak mampu dipandang rendah. Akibatnya, banyak keluarga merasa terpaksa menyelenggarakan acara besar meskipun kondisi ekonomi tidak memungkinkan, yang akhirnya mendorong mereka berhutang. Hutang tersebut menjadi beban jangka panjang yang menghambat kesejahteraan keluarga.
Budaya pesta berlebihan ini, meskipun mempererat hubungan sosial, membawa dampak ekonomi yang signifikan. Banyak keluarga miskin terpaksa mengorbankan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan demi memenuhi kewajiban adat. Selain itu, dana yang dihabiskan untuk pesta mengurangi potensi investasi produktif, seperti modal usaha, sehingga memperburuk kondisi ekonomi keluarga berpenghasilan rendah.
Kondisi Geografis
NTT terdiri dari 607 pulau (BPS, 2024), dengan sebagian besar wilayah berupa pulau-pulau kecil dan daerah berbukit. Kondisi geografis ini menjadi tantangan besar, terutama dalam hal akses transportasi yang terbatas dan infrastruktur yang belum memadai, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara. Hal ini memperlambat distribusi barang dan pergerakan masyarakat, sehingga meningkatkan biaya aksesibilitas.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.