Topik : 

Kedudukan Manusia di Dunia dalam Perspektif Filsafat Islam

Reporter : JT Editor: Redaksi
download
Gambar: Istimewah

Oleh: Jailani Tong, M.Pd / Aktivis Muhammadiyah NTT

DelikNTT.Com – Sebagai Mu’abbid, manusia dituntut tidak hanya semata-mata dalam konteks ibadah wajib, seperti puasa, sholat, zakat dan lai sebagainya.

Selanjutnya Hasan Langgulung menyebutkan bahwa manusia sebagai Mu’abbid mesti mengembangkan sifat Tuhan yang diberikannya kepada manusia berupa potensi-potensi yang bersumber dari Tuhan.

Ibadah dalam hal ini bukan dimaknai dalam konteks sempit karena setiap adanya upaya yang dilakukan oleh manusia dalam rangka mengembangkan dan mendalami sifat-sifat Tuhan seperti berkehendak, ilmu, kaya, kuat, mulia, pengasih dan penyayang adalah ibadah.

Sebagai Mu’abbid manusia dalam hal ini dituntun untuk merefleksi sifat-sifat Tuhan ke dalam dirinya dan menjadikan sifat-sifat itu aktual dalam berbagai tindakannya. Atau dengan kata lain bawalah Tuhan dalam setiap aktivitas.

Namun, pada kenyataannya dapat kita saksikan dalam berbagai kesempatan, baik itu secara nyata maupun lewat sosial media, sifat-sifat Tuhan yang telah diberikan kepada manusia, adakalanya hilang dalam waktu sekejab, jika ia berada dalam satu posisi yang terjepit.

Sifat Tuhan pengasih misalkan, dalam satu kondisi tertentu, sifat tersebut bisa hilang begitu saja dalam diri manusia, baik itu dalam berinterkasi antara sesama manusia maupun antara manusia dengan alam.

  • Bagikan