Oleh: Nurbani Yusuf (Komunitas Padhang Makhsyar)
OPINI, DELIKNTT.COM – Lima atau sepuluh taun lalu saya suka berfatwa kenceng dan tegas. Menghadiri tahlilan, yasinan, manaqiban adalah bid’ah haram dihadiri.
Tapi tetap saja ada jamaah yang ndableg hadir.
Belakangan saya baru tau, bahwa mereka butuh sekedar makan dan pulang bawa berkat buat keluarga di rumah.
Ini bukan soal fiqh, tapi soal perut. Mungkin sekelas kita tidak butuh. Tapi ada sebagian jamaah kita yang hidupnya dibawah ambang batas yang luput dari radar pantauan para pimpinan, warga Muhammadiyah berprofesi sebagai babu, buruh, peladang, pelaut, perantau, kuli serabutan, bakul jamu gendong, tukang ojek atau makelaran. Mereka juga warga Muhammadiyah.
Saya hendak bicara tentang Warga Muhammadiyah marginal, yang namanya tidak pernah disebut, yang tidak mendapat undangan milad, yang tidak terjangkau acara-acara bergengsi di amal usaha berkelas, bukan alumni boarding, atau universitas, tapi cuman lulusan sekolah dasar yang belum hapal huruf hijaiyah.
Kejujuran dalam memimpin dan mengelola Muhammadiyah bukan hanya soal administrasi keuangan. Yang lebih urgen adalah jujur melihat realitas persyarikatan.
Amal usahanya, jamaahnya. Dua jangkar ini harus dilihat dengan jernih dan lapang hati.
Di Masjid Padhang Makhsyar jamaahnya turun drastis karena beberapa hal:
Tiga orang jamaah sedang sakit, tujuh orang barusan meninggal dalam waktu empat bulan dan anak-anak mudanya tidak ada yang aktif di masjid, banyak Pimpinan yang putranya tidak aktif di persyarikatan, ini juga problem akut.
Implikasinya, kotak amal masjid turun drastis dari semula Rp. 100.000 setiap jumat sekarang tinggal Rp. 50.000 hingga Rp. 75.000. Dan Santri TPQ nya juga mengalami penurunan signifikan.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.