Oleh: Jailani Tong, M.Pd / Dosen STAI Kupang
Delikntt.Com – Tulisan ini sudah perna diposting di Facebook beberapa waktu yang lalu. Kali ini penulis mencoba untuk memuat kembali di Delikntt.Com untuk menjadi bagian akhir dari beberapa tulisan sebelumnya.
Mengapa harus pendidikan karakter? ini yang akan dijawab dalam tulisan sederhana ini. Istilah “pendidikan karakter” bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan bukanlah sesuatu hal yang baru. Pasalnya pendidikan karakter sudah ada sejak founding father kita memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dengan sebuah istilah yaitu character building (pembangunan karakter).
Presiden RI pertama Soekarno menyebutkan bahwa, pembangunan bangsa ini harus sejalan dengan pembangunan karakter bangsa itu sendiri. Hal ini sejalan dengan lirik lagu Indonesia Raya “bangunlah jiwanya bangunlah badannya”.
Jika dikaji lebih dalam, maka dalam lirik lagu tersebut memiliki kedalaman makna atau dengan kata lain sarat akan makna. Dalam potongan lirik tersebut, ditekankan kepada kita semuah bahwa, jika ingin membangun menjadi sebuah bangsa yang kuat (kokoh) maka yang harus dibangun terlebih dahulu adalah jiwa (karakternya) baru setelah itu, kebutuhan fisiknya dipenuhi dengan baik. Hal ini dikarenakan jiwa (karakter) adalah hal yang sangat penting dalam segala aspek termasuk menjadi sebuah indikator maju dan mundurnya suatu bangsa.
Jika dianalogikan ke dalam sebuah bangunan, maka karakter ibaratnya pondasi, kuat dan tidak sebuah bangunan tergantung pondasi awal. Oleh sebab itu, tidak salah jika Visi pendidikan karakter menjadi isu paling krusial dalam pendidikan, terlebih pada zaman saat ini yang telah mengalami perubahan dan memberikan dampak yang begitu besar, terlebih pada perubahan perilaku manusia.
Menteri pendidikan dan kebudayaan RI, lewat pidatonya pada hari pendidikan nasional tahun 2010, kembali mengangkat isu pendidikan karakter sebagai solusi atas fenomena yang terjadi akhir-akhir ini baik itu di tengah masyarakat maupun dalam dunia pendidikan. Tujuh tahun berlalu, namun pelaksanan pendidikan karakter sepertinya belum berjalan dengan baik, oleh sebab itu, Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan peraturan presidennomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter.
Apakah belum maksimalnya implementasi pendidikan karakter dikarenakan faktor lembaga-lembaga pendidikan yang kurang memaksimalkan karena yang dikejar adalah selesainya materi atau karena pengaruh kehidupan di tengah masyarakat yang tidak mendukung pendidikan karakter itu sendiri? Tentu tidak bisa disalahkan siapa-siapa, tapi yang harus dilakukan adalah bagaimana semua harus sadar bahwa betapa pentingnya pendidikan karakter dalam kemajuan suatu bangsa.
Peraturan Presiden tersebut dimaksudkan untuk menguatkan kembali kepribadian bangsa Indonesia yang sedang mengarah pada ambang kehancuran, sebagaimana yang ditegaskan oleh Thomas Lickona, bahwa suatu negara sedang mengalami kehancuran, jika terdapat sepuluh tanda fenomena sosial, diantaranya kenakalan remaja, seperti miras, penggunaan narkoba, hilangnya penghormatan kepada orang tua dan guru, bullyng dan hilangnya tanggung jawab.
Fenomena sosial yang disebutkan oleh Lickona, hampir setiap saat dapat kita saksikan lewat media TV, elektronik dan sosial media.
Pada tahun 2022, dari seluruh anak Indonesia yang mengalami berbagai bentuk eksploitasi seksual dan perlakuan yang salah ataupun pengalaman tidak diinginkan lainnya di dunia maya, antara 17 dan 56 persen di antaranya tidak melaporkan kejadian tersebut. Hal ini dinyatakan di dalam laporan terbaru dari UNICEF, Interpol, dan ECPAT, yang didanai oleh Global Partnership to End Violence against Children, (sumber UNICEF 23 Juli 2022).
Sementara itu, pada kasus penyalahgunaan obat terlarang Berdasarkan data dari kominfo 2021 menjelaskan bahwa penggunaan narkoba berada di kalangan anak muda berusia 15-35 tahun dengan persentase sebanyak 82,4% berstatus sebagai pemakai, sedangkan 47,1% berperan sebagai pengedar, dan 31,4% sebagai kurir.
Sedangkan Berdasarkan data dari Indonesia Drugs Report 2022, jenis narkoba yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah ganja 41,4%, sabu 25,7%, nipam 11,8%, dan dextro 6,4%. Dampak yang diberikan dari beberapa jenis narkoba tersebut mereka akan merasakan penurunan daya pikir,fungsi belajar yang mempengaruhi kinerja otak di kemudian harinya.
Berdasarkan data yang dikeluarkan KPAI, data anak korban kekerasan fisik dan/atau fsikis sebanyak 502 kasus. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan fisik dan/atau psikis kepada anak diantaranya adalah adanya pengaruh negatif teknologi dan informasi, permisifitas lingkungan sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran, hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak.
Selain itu, pada April 2023 yang lalu, mantan kepala MTs di Gresik memukul 15 siswi, di Bengkulu, salah satu guru harus merelakan bola matanya rusak parah karena dikatapel oleh orang tua siswa yang tidak terima anaknya ditegur saat ketahuan merokok.
Selanjutnya di NTT, salah satu oknum guru merendam tangan siswa dengan air panas dan di Banjarmasin, siswa SMA menusuk temannya sendiri karena sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan (dibully) dan masih banyak lagi kasu-kasus yang sangat mencoreng wajah pendidikan.
Mengapa demikian, karena para pelakunya adalah alumni pendidikan dan yang sedang menempuh pendidikan. Ironis memang, tapi itulah fakta yang harus kita terima bahwa begitulah gambaran bangsa Indonesia saat ini.
Lalu Apa Solusinya?
Pendidikan karakter adalah solusi untuk memperbaiki carut marutnya bangsa ini dan itu tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan dan tokoh masyarakat, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga atau dengan kata lain bahwa pendidikan karakter menjadi tanggung jawab bersama.
Mustahil bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat (kokoh), jika lembaga pendidikan mulai dari lingkungan masyarat dan terlebihnya lagi keluarga rapuh dengan nilai-nilai karakter. Oleh sebab itu, pendidikan karakter tidak boleh hanya sebatas jargon atau retorik semata akan tetapi perlu dilaksanakan dengan baik oleh lembaga pendidikan, lingkungan masyarakat dan terutama orang tua. Semua harus kembali pada asas ini “charactet building”.
Orang tua, sekolah, dan lingkungan masyarakat (tokoh masyarakat) perlu menjalin sebuah komunikasi yang intens tentang pelaksanaan pendidikan karakter. Sekolah perlu menetapkan niali karakter apa saja yang perlu diterapkan di sekolah dan dikomunikasikan ke orang tua agar diteruskan ketika anak berada di rumah.
Pendidikan karakter dalam pelaksanaannya tentu memiliki banyak cara baik itu diintegrasikan ke dalam mata pelajaran, ekstrakurikuler dan lewat budaya sekolah serta perlu juga ada pembiasaan dan keteladanan, baik oleh guru dan terutama orang tua di rumah.
Pendidikan karakter sangatlah penting untuk dilaksanakan karena kondisi bangsa Indonesia yang cukup memprihatinkan, maka lembaga pendidikan terutama orang tua perlu bekerjasama dalam menyukseskan pelaksanaan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter perlu dan terus untuk digaungkan, kecuali antara korban dan pelaku sudah saling memaafkan dengan penuh ketulusan.
Follow WhatsApp Channel DelikNTT.Com untuk Berita Terbaru Setiap Hari
Follow
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.