KUPANG, DELIKNTT.COM – Pergantian tahun baru Masehi 2024 semakin dekat.Peristiwa ini sering menjadi momen yang dinantikan oleh banyak orang sebagai kesempatan untuk merenungkan dan melakukan evaluasi diri. Namun, bagi umat Islam , sering kali muncul pertanyaan: bolehkah merayakan tahun baru Masehi?
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, memberikan perspektif yang seimbang mengenai hal ini. Menurut Haedar, umat Islam mengenal dua pergantian tahun yang penting, yaitu tahun Hijriyah yang dimulai pada 1 Muharram dan tahun Masehi yang dirayakan pada akhir Desember.
“Tidak ada pertentangan antara kalender Hijriyah dan Masehi, karena keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Kalender Masehi digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti transaksi ekonomi, sedangkan kalender Hijriyah lebih banyak digunakan untuk penentuan ibadah, seperti Idul Fitri dan Idul Adha,” jelas Haedar dalam Refleksi AkhirTahun di Bantul pada tahun lalu.
Haedar menegaskan bahwa tahun baru dapat dianggap sebagai kesempatan untuk introspeksi diri. Perayaan sederhana yang penuh makna, seperti syiar atau bertemu teman, diperbolehkan selama tidak berlebihan.
“Merayakan tahun baru tidak salah, janji dilakukan dengan bijak. Syiar, kegembiraan, dan kebahagiaan merupakan bagian dari hak manusia, namun tidak boleh berlebihan hingga melampaui batas agama dan moral,” ujarnya.
Peringatan yang diberikan oleh Haedar juga tekanan untuk menghindari pentingnya perayaan yang hanya bersifat lahiriah dan konsumtif. Aktivitas yang mengarah pada pemborosan, baik waktu, uang, maupun energi, sebaiknya dihindari. Sebaliknya, setiap momen pergantian tahun harus memberi makna dan manfaat bagi diri sendiri serta lingkungan.
“Yang penting adalah memberi makna pada setiap langkah hidup kita, bukan sekedar bersenang-senang tanpa tujuan,” imbuh Haedar.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.